“Pemimpin Redaksi media Sergap TKP News meminta Dinas Perindustrian atau Dinas terkait untuk mengaudit serta mengevaluasi kembali keberadaan dan izin perusahaan garmen yang berada di Kampung Utan Salak Desa Kertamukti Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi karena diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum.”

banner 468x60

Dapatkan informasi atau berita terupdate dan terfaktual di website resmi kami :

http://www.sergaptkpnews.com

banner 336x280

SERGAPTKPNEWS.COM, CIBITUNG KAB. BEKASI – Perusahaan garmen yang berada di Kampung Utan Salak Desa Kertamukti Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi diduga melakukan perbuatan melawan hukum, hal ini diketahui plang perusahaan serta nomor izin industri yang tidak dipasang dan sistem penggajian, uang lembur serta jam kerja yang tidak sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah serta Peraturan Gubernur Jawa Barat yang berlaku dan terbaru.

Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Bekasi tahun 2025 kurang lebih sebesar Rp. 5.558.515,- dan Upah Miminum Provinsi (UMP) Jawa Barat kurang lebih sebesar Rp. 2.191.238,-

Waktu lembur bagi pekerja maksimal hanya mencapai 14 Jam per minggu atau upah lembur wajib dibayarkan untuk jam kerja pertama sebesar 1,5 x upah sejam dan lembur bisa dilakukan paling banyak 4 jam per hari dan 18 jam dalam seminggu.

Jam kerja karyawan 7 jam dalam sehari atau 40 jam dalam seminggu untuk 6 hari kerja denan 1 hari istirahat dalam 1 minggu atau 8 jam sehari 40 jam dalam satu minggu untuk 5 hari kerja dengan 2 hari istirahat dalam 1 minggu.

Ketika dimintai keterangan atau konfirmasi tentang keberadaan dan izin serta dugaan perbuatan melawan hukum perusahaan garmen yang berada di wilayah Desa Kertamukti, Pak Chrisna, Kepala Desa Kertamukti mempersilahkan jika dugaan tersebut ingin diproses lebih lanjut.

“Kalau memang perusahaan garmen tersebut diduga melakukan perbuatan melawan hukum, silahkan saja jika memang ingin ditindaklanjuti keproses berikutnya,” ujar Pak Chrisna, Kepala Desa Kertamukti di kantornya.

Jika keberadaan perusahaan garmen tersebut membantu atau memberdayakan masyarakat sekitar, tentunya perusahaan tersebut harus menyesuaikan upah karyawan yang bekerja diperusahaan tersebut layak dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Kalau upahnya tidak layak dan sistem kerjanya tidak sesuai aturan, ini bisa disebut “perbudakan” bukan memberdayakan masyarakat sekitar namanya,” kata salah satu masyarakat sekitar yang tidak mau disebutkan namanya.

Dengan temuan dugaan ini, diharapkan dinas perindustrian dan pihak terkait turun langsung dan bertindak tegas serta segera dalam menyelesaikan permasalahan ini.

 

Penulis : Redaksi

Editor : Putri

banner 336x280

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *